Selasa, 19 Februari 2008

Masih Keberatan 24 Jam Mengajar

Rabu, 20 Feb 2008
Masih Keberatan 24 Jam Mengajar

MALANG - Kendati format 24 jam mengajar dalam satu minggu telah dijabarkan secara gamblang oleh salah satu tim penyusun sertifikasi dari UM, namun tanggapan kontra terus mengalir. Kali ini giliran Forum Komunikasi (Fokus) Guru Kota Malang yang angkat bicara. Fokus Guru menilai, aturan 24 jam itu tetap memberatkan karena diukur dari tatap muka.

Ketua Fokus Guru Kota Malang Gogok Rahmad Basuki menjelaskan, tugas guru tidak hanya tata muka di kelas saja. Tapi, juga mendidik, membina di luar kelas, koreksi soal, sampai menyusun persiapan mengajar. "Kami merasa keberatan jika dalam satu minggu 24 jam tatap muka. Ukuran 18 jam kami nilai sangat ideal, karena banyak tugas di luar jam tatap muka," kata dia.

Secara detail, Gogok kembali menegaskan bahwa tugas guru bukanlah sekadar transfer ilmu saja. Jika dipaksakan, maka masyarakat akan menghujat guru dan sekolah jika ternyata banyak siswa nakal. Berbeda dengan lingkungan perguruan tinggi, dalam hal ini dosen. Tanpa terjun langsung ke kelas dan kegiatan mahasiswa, semua bisa diatasi dengan bantuan asisten dosen. "Sekali lagi, menurut saya sangat sederhana jika menilai tugas guru dengan ukuran 24 tatap muka di kelas," tandasnya.

Terlebih, jika dikaitkan dengan jadwal ujian nasional (UN) yang semakin dekat. Jika semua guru hanya bertugas di dalam kelas saja, maka tidak akan ada yang bisa mendampingi siswa. Terutama persiapan mental mereka.

Gogok menegaskan, disinilah peran guru sesungguhnya. Yakni, mendampingi di luar kelas dengan cara memantau perkembangan anak didik. Misalnya, dengan mengadakan visite atau kunjungan pada siswa yang mengalami kesulitan belajar. "Aturan 24 jam mengajar bagi guru ini harus dicermati kembali," ujar salah satu guru yang lolos sertifikasi kuota 2007 itu.

Lebih lanjut, aturan tersebut bukan hanya berdampak pada minimnya penanganan psikologis siswa, tapi akan merembet ke masalah lain. Salah satunya menggeser jatah guru tidak tetap (GTT) yang honornya bergantung pada jumlah jam mengajar. "Tugas guru sangat berbeda dengan pegawai administrasi atau dosen," kata Gogok.

Gogok mengimbau agar tidak terjadi kasus kesalahpahaman seperti ini. Akan lebih baik jika dalam setiap kebijakan pendidikan dasar, menengah, melibatkan guru. Dengan begitu, setiap kebijakan bisa menjiwai tugas dan perjuangan guru dan tidak hanya didasarkan pada perhitungan rasional. "Kata kuncinya di sini, guru bukanlah tukang mengajar, tapi pemikir sekaligus pejuang," ucapnya. (nen/ziz)
Dari Jawapos Radar Malang oleh smanawa1@yahoo.com

3 komentar:

Bethara Guru mengatakan...

he...he...he...yang nyuruh 24 jam itu pasti belum pernah jadi guru...

Bethara Guru mengatakan...

He..he..he.., yang mengharuskan 24 jam itu besar kemungkinan belum pernah jadi guru yang hebat,kali!

Bethara Guru mengatakan...

He..he..he.., yang mengharuskan 24 jam itu besar kemungkinan belum pernah jadi guru yang hebat,kali!